Monday, February 28, 2011

Kasepuhan Ciptagelar – Desa di balik kabut Gunung Halimun

Kasepuhan Ciptagelar – Desa di balik kabut Jawa Barat
Satu bulan lamanya kami merencanakan trip keluar kota dengan teman-teman Suzuki Jimny/Katana yang bertemu di forum Kaskus. Obrolan ini keluar saat kami selesai kopdar di track offroad Jayanti, Sentul. Karena bosan dengan hiruk pikuk kota Jakarta kita merencanakan perjalanan ke luar kota. Dan akhirnya Kasepuhan Ciptagelar yang ada di puncak Gunung Halimun dipilih menjadi tujuan.

Jange (id kaskus jangs) yang memberi ide, karena istrinya adalah orang asli Kasepuhan Ciptagelar dan dia pernah kesana beberapa kali dengan mengendarai mobil. Konon katanya jalan menuju sana tergolong light offroad dengan medan berbatu-batu. Akhirnya kami pun sepakat menuju Kasepuhan Ciptagelar dan Pelabuhan Ratu di akhir bulan Februari.

Terhitung 6 mobil dan 12 orang mengkonfirmasi di hari Kamis, 24 Februari 2011, mereka adalah

1.    Jange & istri, Suzuki Jimny  4x4, ban Extragrip
2.    Dani & istri, Suzuki Jimny 4x4, ban 30” AT
3.    Asun Suzuki Katana 4x2 ban 29” AT
4.    Rendi Suzuki Sierra 4x4 ban 30” MT
5.    Redwan beserta pacar dan 2 adiknya dgn Suzuki Sierra 4x4 ban 34” MT
6.    Saya sendiri beserta navigator Adit dgn Suzuki Katana 4x4, ban 31 AT


Sabtu 26 Februari 2011 tepat pukul 00:00 tengah malam 4 mobil berkumpul di Rest Area Cibubur Tol Jagorawi. Sempat molor hingga satu jam karena menunggu 2 Suzuki Sierra yang  telat datang karena sempat ada trouble.  Pukul 01:30 setelah mengecek segala kelengkapan kami pun mulai bergerak menuju Pelabuhan ratu. Rute yang kami pilih adalah Tol Jagorawi – Ciawi – Cibadak – Pelabuhan ratu.  Perjalanan Jakarta – Pelabuhan Ratu memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan dengan rata-rata kecepatan 60 km/jam. Kami sempat berhenti sejenak di daerah Lido. Setelah beristirahat sejenak, perjalanan pun dilanjutkan kembali, memasuki daerah Cibadak angin dingin mulai terasa, dan hawa ngantuk tiba-tiba menyerang.


Istirahat sejenak

Untung hawa ngantuk tidak mempengaruhi mata para pengemudi dan akhirnya kami sampai di Pelabuhan Ratu jam 4.30 pagi. Jange langsung membawa rombongan ke arah pantai, namun sebelumnya kami makan bubur dulu. Lumayan enak buburnya. Yah soalnya selain kantuk yang ditahan, lapar juga harus ikut ditahan.


Bubur pagi


Pagi menjelang, sampai di Pantai Citepus, Pelabuhan Ratu. Setelah memarkir mobil, langsung istirahat di saung pinggir pantai. Lumayan bisa tidur 1 jam.  Puas tidur, pantai pun memanggil. Setelah bermain sebentar, foto-foto, mandi dan ngemil rombongan kecil ini pun bergerak ke pom bensin untuk mengisi bahan bakar kemudian langsung menuju ke Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Awal perjalanan jalanan masih dilapisi aspal, tapi lama kelamaan aspalnya makin rusak dan tinggal batu-batuan. Walau jalanan rusak tapi suguhan pemandangan semakin indah. Perpaduan pemandangan sawah, gunung dan laut pemandangan yang memukau.
 
Pantai Citepus Pelabuhan Ratu



Jalan masih bagus, view pegunungan dan laut


Memasuki pintu masuk TN Gunung Halimun Salak tiba-tiba disambut hujan deras, suasana hutan yang mencekam bercampur kabut dan hujan deras membuat hati mulai was-was, apalagi ketika menemukan jembatan yang hanya dibuat dengan kayu gelondongan. Tanjakan-tanjakan mulai mengerikan, di beberapa titik mobil Asun yang tidak berpenggerak depan harus di derek. Dan kami pun harus rela berbasah-basahan kehujanan mendorong mobil. Akhirnya kami sampai di check point Desa Ciptarasa.

Jembatan Kayu Gelondongan


Gerbang Taman Nasional


Hujan kabut lawan terus!


Jalanan makin rusak


Di Desa Ciptarasa kami beristirahat sejenak, makan mie instan dan minum teh hangat di pelataran rumah warga ditemani hujan deras. Setelah perut terisi, perjalanan pun dilanjutkan kembali.

Pintu masuk Desa Ciptarasa


Istirahat


Kira-kira 10 kilometer lagi dari Desa Ciptagelar. Mobil 4x2 di-strap dari awal perjalanan, namun hanya bertahan 2 km, Katana Hijau gue menyerah di tanjakan 45 derajat. Kopling overheat dan terpaksa harus didinginkan dahulu, Suzuki Sierra kuning kepunyaan Rendi mencoba untuk menarik, tapi gagal. Mesin overheat. Tiba-tiba jangkrik kepunyaan Jange ban-nya bocor. Wah, ada yang gak beres. Di satu titik dan bebarengan semua mobil trouble. Hari sudah semakin sore, dan waktu sudah molor 2 jam dari rencana. Seharusnya Pelabuhan Ratu – Ciptagelar memakan waktu 2 jam, ini sudah 4 jam belum sampai juga di tempat tujuan. Akhirnya dibuat keputusan cepat: mobil Asun harus ditinggal. Di parkir di tempat yang aman  dan langsung menuju Ciptagelar sebelum magrib menjelang. Kalau terjebak di perjalanan pas magrib akan lebih repot.

Dorong


Menyerah



Diparkir saja


Untung jam 17.00 rombongan kecil ini tiba di pintu masuk Desa Ciptagelar, dan menemukan bengkel mobil disitu. Jange dan istrinya langsung turun dan meminta tolong untuk mengevakuasi mobil Asun yang ditinggal. Orang-orang di bengkel tersebut menyanggupi mengevakuasi mobil setelah magrib atau esok hari setelah subuh. Gak apa-apalah, yang penting mereka mau menolong. Di bengkel itu sempat bertemu dengan pemimpin adat desa Ciptagelar; Abah Ugi.
Sampai


Desa Ciptagelar adalah desa adat yang tersembunyi di balik gunung Halimun. Desa ini sangat melindungi kebudayaan aslinya dan menjunjung tinggi adat istiadat tradisionalnya. Oleh karena itu disebut kasepuhan, yang dalam bahasa Sunda “sepuh” berarti tua. Walaupun begitu mereka tetap menerima budaya modern seperti adanya listrik, alat telekomunikasi, hingga sistem sanitasi.  Sayangnya, karena terlalu lelah, kami tidak bisa lama-lama menikmati desa ini dengan maksimal. Setelah disuguhi makan malam, rombongan pun tertidur pulas  di rumah salah satu warga hingga pukul 6 esok harinya.
 
Rumah Adat

Kincir

Pagi harinya kami menikmati suasana Desa Ciptagelar ini. Udara yang bersih dan jauh dari kebisingan. Tapi sayangnya pukul 10 pagi harus kembali ke Pelabuhan Ratu. Kami pun berpamitan dengan tuan rumah, sungguh disayangkan. Padahal masih ingin tinggal 1-2 hari lagi disitu. Rute menuju Pelabuhan Ratu melalui jalur yang berbeda yaitu Ciptagelar – Cimapag -  Cicadas. Jalur ini lebih mudah dibandingkan jalur keberangkatan. Mobil Asun yang tidak dilengkapi gardan depan berhasil menaklukkan semua tanjakan dan mencapai Pelabuhan Ratu. Kali ini perjalanan pulang on time, yaitu 2 jam pas.
 
Turun Gunung


View-nya..

Sebelum kembali ke Jakarta sekali lagi kami bermain di atas lembutnya pasir Pelabuhan Ratu dan mengisi perut di rumah makan seafood prasmanan di seberang terminal Pelabuhan. Pukul 16:00 kami bersiap menuju Jakarta dengan rute Pelabuhan Ratu – Cikidang – Ciawi – Jagorawi. Puji syukur, pukul 20:00 rombongan ini memasuki Jakarta tanpa adanya masalah yang berarti.
 
Ride on the beach


Sepertinya gue pribadi ingin kembali ke Kasepuhan Ciptagelar lagi kalau ada liburan panjang. Minimal 5 hari libur lah, biar bisa menikmati dan mengenal lebih dekat kebudayaan Ciptagelar. Dan ingin ngobrol dengan sang Abah, pasti banyak filosofi menarik.  Ada yang tertarik? Nebeng mobil gue aja nanti.


Jalur berangkat:
Tol Jagorawi – Ciawi – Cibadak – Pelabuhan ratu – taman nasional gunung halimun salak – ciptarasa – ciptagelar


Jalur pulang:
Ciptagelar – Cimapag -  Cicadas – Pelabuhan ratu – Cikidang – Ciawi

Total perjalanan 186 km, menghabiskan kira-kira 50 liter bensin (boros karena harus nyeret-nyeret mobil) dan uang cash 150ribu rupiah.

Kasepuhan Ciptagelar – Desa di balik kabut Gunung Halimun

Kasepuhan Ciptagelar – Desa di balik kabut Jawa Barat


Satu bulan lamanya kami merencanakan trip keluar kota dengan teman-teman Suzuki Jimny/Katana yang bertemu di forum Kaskus. Obrolan ini keluar saat kami selesai kopdar di track offroad Jayanti, Sentul. Karena bosan dengan hiruk pikuk kota Jakarta kita merencanakan perjalanan ke luar kota. Dan akhirnya Kasepuhan Ciptagelar yang ada di puncak Gunung Halimun dipilih menjadi tujuan.

Jange (id kaskus jangs) yang memberi ide, karena istrinya adalah orang asli Kasepuhan Ciptagelar dan dia pernah kesana beberapa kali dengan mengendarai mobil. Konon katanya jalan menuju sana tergolong light offroad dengan medan berbatu-batu. Akhirnya kami pun sepakat menuju Kasepuhan Ciptagelar dan Pelabuhan Ratu di akhir bulan Februari.

Terhitung 6 mobil dan 12 orang mengkonfirmasi di hari Kamis, 24 Februari 2011, mereka adalah

1.    Jange & istri, Suzuki Jimny  4x4, ban Extragrip
2.    Dani & istri, Suzuki Jimny 4x4, ban 30” AT
3.    Asun Suzuki Katana 4x2 ban 29” AT
4.    Rendi Suzuki Sierra 4x4 ban 30” MT
5.    Redwan beserta pacar dan 2 adiknya dgn Suzuki Sierra 4x4 ban 34” MT
6.    Saya sendiri beserta navigator Adit dgn Suzuki Katana 4x4, ban 31 AT


Sabtu 26 Februari 2011 tepat pukul 00:00 tengah malam 4 mobil berkumpul di Rest Area Cibubur Tol Jagorawi. Sempat molor hingga satu jam karena menunggu 2 Suzuki Sierra yang  telat datang karena sempat ada trouble.  Pukul 01:30 setelah mengecek segala kelengkapan kami pun mulai bergerak menuju Pelabuhan ratu. Rute yang kami pilih adalah Tol Jagorawi – Ciawi – Cibadak – Pelabuhan ratu.  Perjalanan Jakarta – Pelabuhan Ratu memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan dengan rata-rata kecepatan 60 km/jam. Kami sempat berhenti sejenak di daerah Lido. Setelah beristirahat sejenak, perjalanan pun dilanjutkan kembali, memasuki daerah Cibadak angin dingin mulai terasa, dan hawa ngantuk tiba-tiba menyerang.


Istirahat sejenak


Untung hawa ngantuk tidak mempengaruhi mata para pengemudi dan akhirnya kami sampai di Pelabuhan Ratu jam 4.30 pagi. Jange langsung membawa rombongan ke arah pantai, namun sebelumnya kami makan bubur dulu. Lumayan enak buburnya. Yah soalnya selain kantuk yang ditahan, lapar juga harus ikut ditahan.



Bubur pagi


 

Pagi menjelang, sampai di Pantai Citepus, Pelabuhan Ratu. Setelah memarkir mobil, langsung istirahat di saung pinggir pantai. Lumayan bisa tidur 1 jam.  Puas tidur, pantai pun memanggil. Setelah bermain sebentar, foto-foto, mandi dan ngemil rombongan kecil ini pun bergerak ke pom bensin untuk mengisi bahan bakar kemudian langsung menuju ke Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Awal perjalanan jalanan masih dilapisi aspal, tapi lama kelamaan aspalnya makin rusak dan tinggal batu-batuan. Walau jalanan rusak tapi suguhan pemandangan semakin indah. Perpaduan pemandangan sawah, gunung dan laut pemandangan yang memukau.

 

Pantai Citepus Pelabuhan Ratu




Jalan masih bagus, view pegunungan dan laut



Memasuki pintu masuk TN Gunung Halimun Salak tiba-tiba disambut hujan deras, suasana hutan yang mencekam bercampur kabut dan hujan deras membuat hati mulai was-was, apalagi ketika menemukan jembatan yang hanya dibuat dengan kayu gelondongan. Tanjakan-tanjakan mulai mengerikan, di beberapa titik mobil Asun yang tidak berpenggerak depan harus di derek. Dan kami pun harus rela berbasah-basahan kehujanan mendorong mobil. Akhirnya kami sampai di check point Desa Ciptarasa.

 

Jembatan Kayu Gelondongan



Gerbang Taman Nasional



Hujan kabut lawan terus!



Jalanan makin rusak



Di Desa Ciptarasa kami beristirahat sejenak, makan mie instan dan minum teh hangat di pelataran rumah warga ditemani hujan deras. Setelah perut terisi, perjalanan pun dilanjutkan kembali.


Pintu masuk Desa Ciptarasa



Istirahat



Kira-kira 10 kilometer lagi dari Desa Ciptagelar. Mobil 4x2 di-strap dari awal perjalanan, namun hanya bertahan 2 km, Katana Hijau gue menyerah di tanjakan 45 derajat. Kopling overheat dan terpaksa harus didinginkan dahulu, Suzuki Sierra kuning kepunyaan Rendi mencoba untuk menarik, tapi gagal. Mesin overheat. Tiba-tiba jangkrik kepunyaan Jange ban-nya bocor. Wah, ada yang gak beres. Di satu titik dan bebarengan semua mobil trouble. Hari sudah semakin sore, dan waktu sudah molor 2 jam dari rencana. Seharusnya Pelabuhan Ratu – Ciptagelar memakan waktu 2 jam, ini sudah 4 jam belum sampai juga di tempat tujuan. Akhirnya dibuat keputusan cepat: mobil Asun harus ditinggal. Di parkir di tempat yang aman  dan langsung menuju Ciptagelar sebelum magrib menjelang. Kalau terjebak di perjalanan pas magrib akan lebih repot.

 

Dorong



Menyerah




Diparkir saja



Untung jam 17.00 rombongan kecil ini tiba di pintu masuk Desa Ciptagelar, dan menemukan bengkel mobil disitu. Jange dan istrinya langsung turun dan meminta tolong untuk mengevakuasi mobil Asun yang ditinggal. Orang-orang di bengkel tersebut menyanggupi mengevakuasi mobil setelah magrib atau esok hari setelah subuh. Gak apa-apalah, yang penting mereka mau menolong. Di bengkel itu sempat bertemu dengan pemimpin adat desa Ciptagelar; Abah Ugi.

Sampai



Desa Ciptagelar adalah desa adat yang tersembunyi di balik gunung Halimun. Desa ini sangat melindungi kebudayaan aslinya dan menjunjung tinggi adat istiadat tradisionalnya. Oleh karena itu disebut kasepuhan, yang dalam bahasa Sunda “sepuh” berarti tua. Walaupun begitu mereka tetap menerima budaya modern seperti adanya listrik, alat telekomunikasi, hingga sistem sanitasi.  Sayangnya, karena terlalu lelah, kami tidak bisa lama-lama menikmati desa ini dengan maksimal. Setelah disuguhi makan malam, rombongan pun tertidur pulas  di rumah salah satu warga hingga pukul 6 esok harinya.

 

Rumah Adat


Kincir


Pagi harinya kami menikmati suasana Desa Ciptagelar ini. Udara yang bersih dan jauh dari kebisingan. Tapi sayangnya pukul 10 pagi harus kembali ke Pelabuhan Ratu. Kami pun berpamitan dengan tuan rumah, sungguh disayangkan. Padahal masih ingin tinggal 1-2 hari lagi disitu. Rute menuju Pelabuhan Ratu melalui jalur yang berbeda yaitu Ciptagelar – Cimapag -  Cicadas. Jalur ini lebih mudah dibandingkan jalur keberangkatan. Mobil Asun yang tidak dilengkapi gardan depan berhasil menaklukkan semua tanjakan dan mencapai Pelabuhan Ratu. Kali ini perjalanan pulang on time, yaitu 2 jam pas.

 

Turun Gunung



View-nya..


Sebelum kembali ke Jakarta sekali lagi kami bermain di atas lembutnya pasir Pelabuhan Ratu dan mengisi perut di rumah makan seafood prasmanan di seberang terminal Pelabuhan. Pukul 16:00 kami bersiap menuju Jakarta dengan rute Pelabuhan Ratu – Cikidang – Ciawi – Jagorawi. Puji syukur, pukul 20:00 rombongan ini memasuki Jakarta tanpa adanya masalah yang berarti.

 

Ride on the beach



Sepertinya gue pribadi ingin kembali ke Kasepuhan Ciptagelar lagi kalau ada liburan panjang. Minimal 5 hari libur lah, biar bisa menikmati dan mengenal lebih dekat kebudayaan Ciptagelar. Dan ingin ngobrol dengan sang Abah, pasti banyak filosofi menarik.  Ada yang tertarik? Nebeng mobil gue aja nanti.

 

 

Jalur berangkat:

Tol Jagorawi – Ciawi – Cibadak – Pelabuhan ratu – taman nasional gunung halimun salak – ciptarasa – ciptagelar

 

 

Jalur pulang:

Ciptagelar – Cimapag -  Cicadas – Pelabuhan ratu – Cikidang – Ciawi

 

Total perjalanan 186 km, menghabiskan kira-kira 50 liter bensin (boros karena harus nyeret-nyeret mobil) dan uang cash 150ribu rupiah.


Thursday, February 3, 2011

Jayanti Point: 4x4 and leisure




Tempat ini menambah destinasi favorit gue untuk melarikan diri sejenak dari Jakarta. Tidak jauh, terletak di Cijayanti Sentul yang kira-kira 40 km dari Jakarta dan dapat ditempuh kurang dari 1 jam perjalanan. Jayanti Track, sebenarnya lebih cocok untuk pecinta olah raga offroad, baik mobil atau motor. Lahan seluas 3,5 hektar ini dibuat sedemikian rupa untuk mendukung aktivitas offroad. Hanya membayar 30ribu untuk mobil dan 10 ribu untuk motor, kita dapat bermain seharian disini. Yang patut dipuji adalah kesigapan dan pelayanan kru disini. Mereka tidak segan-segan untuk memberikan pertolongan, seperti mobil tersangkut atau bahkan trouble di mesin.

Cuaca sejuk dan suasana yang tidak seperti di Jakarta adalah nilai plus dari tempat ini. Apalagi kalau sudah hujan, cuacanya berubah menjadi dingin. Pemandangan juga nggak kalah menarik. City view dengan nuansa pegunungan di siang hari dan City lights di malam hari.

Untuk menuju kemari, dari tol Jagorawi keluar ke Sentul Selatan/ Sentul City. Setelah bayar tol belok ke kiri ke arah pompa bensin Petronas Sentul City, dari sana lurus hingga jalan bercabang, ambil ke kiri lalu ke kanan lewat terowongan. Lalu ikutin saja jalan sampai lewatin Pine Forest, lurus terus sampai mentok baru ambil kiri, ikutin lagi jalannya 1 km hingga ketemu pertigaan kecil lalu belok kanan, ikutin jalan lagi 1,5 km sampai ketemu jembatan di kanan dengan banner Jayanti Point, disitu belok ke kanan dan ikutin jalannya sampai jalan aspalnya berganti jalan berbatu. Nah di dekat situ kira-kira.

Biasanya setelah puas mengotori mobil dengan lumpur di dekat situ ada beberapa rumah makan, antara lain Gumati dan PSK (Pusat Sate Kiloan). Kalau masih kurang puas kira-kira 5 km lagi dari situ kalau diterusin bisa sampai Puncak.